
Sosialisasi Pencegahan Sunat pada Perempuan & Pencegahan Perkawinan Anak
Dharma Wanita Persatuan Pusat bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak beserta Dharma Wanita Persatuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyelenggarakan webinar sosialisasi “Pencegahan Sunat Pada Perempuan (FGM/C atau P2GP ) dan Pencegahan Perkawinan Anak, Senin 19 Oktober 2020.
Acara diawali dengan sambutan Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bapak Indra Gunawan. Dikatakan bahwa Sunat Pada Perempuan dan Perkawinan Anak merupakan praktek berbahaya yang harus dihapus oleh kita karena berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada anak perempuan.
Dilanjutkan sambutan Ketua Umum Dharma Wanita Ibu Erni Tjahjo Kumolo, dalam sambutannya Ibu Erni mengatakan bahwa permasalahan khitan bagi perempuan saat ini di Indonesia memang cukup kompleks, karena para ahli fiqh sepakat bahwa khitan perempuan merupakan tradisi yang telah berlangsung dalam masyarakat kuno untuk kurun waktu yang sangat panjang. Terkait perkawinan anak, pencegahan perkawinan anak adalah satu-satunya program percepatan yang tidak bisa ditunda lagi.
Perkawinan anak berdampak masif diantaranya meningkatnya resiko putus sekolah, pendapatan rendah, kesehatan fisik akibat anak perempuan belum siap hamil dan melahirkan serta ketidaksiapan mental membangun rumah tangga yang memicu kekerasan, pola asuh tidak benar hingga perceraian. Oleh sebab itu perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Menteri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu I Gusti Bintang memberikan sambutan sekaligus membuka acara sosialisasi ini, dalam sambutannya dikatakan
Sunat Pada Perempuan dan Perkawinan Anak merupakan pelanggaran hak-hak anak karena berpotensi menjadi kekerasan dan eksploitasi.
Untuk praktik sunat pada anak perempuan dalam kenyataannya membawa dampak fisik dan psikis. Dampak fisik jangka pendeknya akan terjadi perdarahan, tetanus bahkan dapat menyebabkan kematian, dampak jangka panjangnya akan menimbulkan rasa sakit yang berkepanjangan dan berbagai penyakit yang dapat membahayaakn fungsi maternitas perempuan. Dampak secara psikis adalah akan menyebabkan stress dan trauma jangka panjang.
Sedangkan dampak jangka panjang bagi penikahan anak adalah ketidaksiapan fisik, ketidaksiapan wanita. UU No.1/1974 usia perkawinan untuk Pria 19 tahun, wanita 16 tahun menjadi Pria 19 tahun dan wanita 19 tahun.
Paparan materi pertama “Perkawinan anak & FGM Perspektif Medis” disampaikan oleh Spesialis Obstetri & Ginekologi, Muhammad Fadli “. Perkawinan anak memiliki dampak buruk terhadap aspek kesehatan psikososial dan akses untuk mendapatan pendidikan, selain itu belum mencapai batas kematangan seksual sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan reproduksinya dan meningkatkan resiko kanker leher rahim.
Sedangkan tindakan FGM/P2GP (khitanan perempuan) tidak memiliki keuntungan dari sisi kedokteran karena memiliki komplikasi berat berupa akut maupun kronis.
Paparan kedua disampaikan oleh DR. Faqihuddin Abdul Kodir, KUPI), dikatakan bahwa pendekatan multi sektor dan integratif untuk pencegahan perkawinan anak adalah dengan 5 pilar :
– Pilar 1 Penguatan agensi semua anak untuk mencegah perkawinan anak.
– Pilar 2 Peningkatan akses dan kualitas layanan kesejahteraan untuk anak perempuan dan anak laki-laki.
– Pilar 3 Peningkatan peran orang tua, keluarga dan anggota masyarakat untuk mencegah perkawinan anak.
– Pilar 4 Penguata kerangka hukum.
– Pilar 5 Penguatan koordinasi & sinergi lintas K/L daerah, OMS, dunia usaha.
Sebagai pemateri terakhir adalah DR. Maria Ulfah (Komnas Perempuan), “Fenomena Budaya Perkawinan Anak dan FGM di Indonesia”, menurut Maria Ulfa Perkawinan anak adalah isu yang kompleks. Faktor-faktor yang ditengarai berkontribusi diantaranya adalah faktor kemiskinan, geografis, kurangnya akses terhadap pendidikan, ketidaksetaraan gender, konflik sosial dan bencana.
Istilah FGM/C atau Female Genital Multilations/cutting umumya dikenal dengan sunat perempuan, saat ini sebenarnya praktek sunat pada perempuan mulai mendapat pertentangan, diantaranya dari para ibu dan bidan. Alasan para ibu karena mereka tidak mendapat manfaat apapun dari FGM/C sedangkan bidan sendiri mengalami dilema dengan tingginya permintaan sunat pada anak perempuan sehingga yang dilakukan para bidan hanyalah simbolis saja tanpa ada perlukaan.
Sebagai closing remark, disampaikan oleh Ibu Suyani Agung Kuswandono, selain mengucapkan terimakasih kpd semua pihak sehingga bisa terselenggara webinar ini, diharapkan pula kegiatan tidak berhenti di sini saja tapi dapat berlanjut untuk disosialisasikan atau melakukan pendataan oleh ibu-ibu DWP IPP maupun Provinsi.